Banyak wirausahawan atau pengusaha yang merasa khawatir jika ada usaha yang sama atau sejenis yang muncul di lokasi yang berdekatan. Usaha sejenis ini dianggap sebagai pesaing yang akan mengambil market share yang dituju.
Pola pikir ini tidak salah, meski juga tidak sepenuhnya benar. Usaha sejenis yang muncul di lokasi yang berdekatan memang bisa menjadi pesaing yang kemungkinan akan mengurangi omset namun bukan berarti tidak bisa diatasi. Persaingan bisnis adalah sesuatu yang manusiawi dan natural. Kita tidak mungkin membangun usaha yang menguntungkan dan berharap tidak akan ada pesaing yang muncul. Membangun rumah makan diatas pegunungan saja bisa mendapat saingan dari usaha lain yang mirip, apalagi jika kita membuat usaha di lingkungan yang ramai dan banyak calon konsumen.
Lihat saja saat ramai-ramai orang beternak jangkrik karena berita bahwa beternak jangkrik sangat menguntungkan. Ramai-ramai bisnis pulsa, cacing tanah, pisang pontianak, kelapa bakar dan lain-lain. Sesuatu yang menguntungkan pasti akan menimbulkan pesaing.
Karena persaingan merupakan hal yang natural, persaingan bukanlah sesuatu yang harus dihindari. Ubahlah cara pandang persaingan sebagai sesuatu yang merugikan menjadi peluang untuk meningkatkan omset. Contoh mudahnya adalah para pedagang telepon seluler atau komputer. Alih-alih meniadakan persaingan, mereka biasanya justru berkumpul disuatu tempat dan membentuk semacam pusat perkulakan. Misalnya Harco Mangga Dua, Mangga Dua Mall dan Glodok, terkenal sebagai pusat komputer atau Roxy yang terkenal sebagai pusat seluler. Meski harga disana tidak selalu lebih murah, calon pembeli mau datang karena beragamnya pilihan yang tersedia.
Saat saya berkunjung ke Kebumen, di sepanjang jalan Banyumas-Banjarnegara ada berderet-deret penjual Dawet Ayu (AKA es Cendol) yang hampir semuanya bergambar Semar dan menjual jenis minuman yang sama persis. Banyak para pemudik yang memilih beristirahat di pinggir jalan untuk minum dawet. Salah satu ketertarikan mereka adalah karena ada demikian banyak penjual dawet sehingga mereka bisa memilih mana penjual yang mereka inginkan.
Banyaknya pesaing sebenarnya menjadi blessing in disguise dari sisi kualitas. Semakin banyak pesaing, semestinya membuat kita semakin kreatif dalam meningkatkan kualitas layanan kita. Besarnya modal pesaing belum tentu menjadi faktor penentu penguasaan market. Dalam banyak kasus, perusahaan besar memandang segalanya dalam tataran makro, sementara end user dan pelanggan memandangnya dari sisi mikro, yaitu dari sisi kebutuhan mereka.
Dari sisi usaha saya sendiri misalnya, alih-alih mengkhawatirkan pesaing, saya justru memberikan sentuhan personal untuk layanan yang diberikan oleh Excellent. Misalnya, untuk para peserta training dari luar kota/luar daerah, saya membantu akomodasi mereka dan jika perlu menyediakan salah satu kamar sebagai tempat mereka menginap selama training (tentu saja free of charge, karena ini layanan tak tertulis). Untuk meningkatkan kepuasan peserta, saya juga membuat standarisasi PC agar semuanya mendukung sistem 64 bit dengan RAM paling minimum 2 GB (sebagian distandarisasi ke 4 GB agar lebih leluasa dalam implementasi virtual server).
Disisi lain, saya juga tidak berlepas tangan selepas mereka selesai training. Support baik via milis, SMS, telp maupun instant messenger dan kunjungan on site saya berikan sebagai bagian dari layanan pasca training. Meski mungkin belum 100% sesuai dengan keinginan dan memenuhi ekspektasi para pengguna layanan Excellent, saya berharap hal tersebut bisa menjadi branding point untuk kualitas Excellent.
Jika nanti ada pesaing yang melakukan hal yang sama atau lebih baik, itu artinya saya akan mencari cara lain untuk lebih meningkatkan kualitas layanan. Persaingan yang dikelola secara efektif mestinya bisa menjadi pemicu adrenalin dalam memacu peningkatan kualitas. Pada akhirnya, pelanggan dan para pengguna yang akan menerima benefit positif dari persaingan yang ada.
No comments:
Post a Comment