Wednesday, September 25, 2013

Bangkrut, BlackBerry Dijual Rp 53 Triliun

OTTAWA - Produsen ponsel BlackBerry setuju menjual perusahaannya sebesar USD 4,7 miliar atau sekitar Rp 53,8 triliun kepada konsorsium yang dipimpin Fairfax Financial.
Dalam sebuah pernyataan, BlackBerry mengatakan Fairfax yang saat ini menjadi pemegang saham terbesar telah menawar USD 9 per saham dengan pembayaran tunai untuk membeli perusahaan tersebut.
Tetapi, Blackberry mengatakan akan tetap mengeksplorasi pilihan lain di tengah berlangsungnya negosiasi. Pada Jumat (20/9), BlackBerry telah mengumumkan untuk memangkas 4.500 tenaga kerja karena keuangan yang merugi.
Perusahaan Kanada ini diprediksi akan merugi sekitar USD 1 miliar setelah penjualan ponsel model barunya tidak sebagus yang diharapkan.
Niat untuk menjual perusahaan sebelumnya memang sudah dikemukakan BlackBerry pada Agustus lalu. Namun baru pada Senin kemarin (23/9), perusahaan ponsel ini mengumumkan bahwa telah menandatangani surat perjanjian di mana konsorsium yang dipimpin Fairfax Financial Holdings Limited telah menawarkan untuk mengambil alih perusahaan.
"Proses penilaian (due diligence) diharapkan akan selesai pada 4 November 2013. Pihak terkait akan bernegosiasi dan meresmikan transaksi definitif pada tanggal tersebut," ungkap sumber BlackBerry seperti dilansir Digitalone, Selasa (24/9).
Namun, Blackberry mengatakan, pembicaraan dengan Fairfax tidaklah eksklusif. Blackberry bisa secara aktif mengumpulkan, menerima, mengevaluasi dan berpotensi untuk masuk ke dalam negosiasi dengan pembeli potensial lainnya.
Pemimpin Fairfax, Prem Watsa, percaya transaksi ini akan membuka babak baru yang menarik bagi Blackberry, pelanggan, operator dan karyawannya.
"Pembelian ini akan membuat Blackberry menjadi perusahaan tertutup, sehingga dapat memungkinkan perusahaan melakukan reorganisasi tanpa harus terus diamati oleh investor saham di Wall Street," ungkap Brian Colello, analis di Morningstar.
Sementara Ben Wood, Kepala Riset CCS Insight, mengatakan kesepakatan dengan Fairfax akan menyediakan ruang nafas bagi Blackberry untuk menilai opsi strategis mereka. "Indikasi awal menunjukan harus ada penghematan dalam bisnis mereka. Perubahan struktural yang lebih luas seperti spin-off Blackberry Messenger dan mengurangi divisi perangkat keras juga mungkin akan ditinjau dengan hati-hati," ujarnya.
Masalah keuangan Blackberry dimulai awal tahun ini menyusul penjualan yang mengecewakan ponsel model baru Z10. Dirilis pada Januari setelah banyak penundaan ponsel ini dianggap gagal untuk menggairahkan kembali konsumen. (esy/jpnn)

No comments:

Post a Comment